Memang tidak ada parameter yang pasti dalam menyatakan bahwa haji yang telah dilakukan fulan adalah haji yang mabrur dan maqbul (diterima Allah). Urusan amal itu diterima atau tidak, mutlak menjadi urusan yang hanya diketahui oleh Allah semata.

Meski demikian, terdapat beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan bahwa ibadah haji yang telah dilakukan merupakan ibadah haji yang mabrur.

Secara singkat, di antara indikator tersebut adalah:

Pertama: Ikhlas karena Allah, karena Allah berfirman,

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” [al-Baqarah : 196].

Untuk Allah, bukan yang lain, bukan untuk wisata, bukan sekedar menggugurkan kewajiban, apalagi untuk dipanggil “Pak Haji” atau “Ibu Haji”;

Kedua : Dilaksanakan sesuai dengan apa yang dituntunkan rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena rasul bersabda,

لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ

“Ambillah manasik haji dariku, sebab aku tidak tahu, barangkali aku tidak mampu lagi berhaji sesudah hajiku ini.” [Shahih. HR. Muslim].

Ketiga : Dibiayai dari harta yang halal, karena rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Sesungguhnya Allah itu baik dan Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang baik pula.” [Shahih. HR. Muslim].

Keempat : Bertambah baik dari kondisi sebelumnya, dikarenakan Allah berfirman,

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” [ar-Rahmaan : 60].

Orang shalih terdahulu mengatakan,

ثواب الحسنة الحسنة بعدها، فمن عمل حسنة ثم أتبعها بحسنة بعدها؛ كان ذلك علامة على قبول الحسنة الأولى

“Balasan kebaikan adalah kebaikan yang dilakukan setelahnya. Setiap orang yang berbuat kebaikan kemudian tetap berbuat kebaikan setelah itu, maka hal ini merupakan pertanda bahwa kebaikan yang pertama telah diterima.” [Lathaaif al-Ma’arif].

Ada pula yang berkata,

علامة بر الحج أن يزداد بعده خيراً، ولا يعاود المعاصي بعد رجوعه

“Tanda haji yang baik (mabrur), kebaikan yang semakin bertambah  dan tidak kembali melakukan kemaksiatan  sepulang berhaji.”

Hal ini dapat ditandai dengan :

  • Semangat menunaikan ibadah wajib dan memperbanyak ibadah sunnah;
  • Beriltizam melakukan wirid/dzikir harian yang bersumber dari al-Quran dan hadits nabi yang shahih;
  • Cenderung menangis karena takut kepada Allah;
  • Khusyu’ ketika mengerjakan shalat, merasakan pengaruh dari bacaan al-Quran yang didengar;
  • Hati yang lembut;
  • Berinteraksi yang baik dengan orang lain. Menolak keburukan mereka pun dengan cara yang baik;
  • Memiliki perhatian terhadap silaturahim, dan berbuat baik dengan tetangga;
  • Mengasihi kaum dhu’afa;
  • Menyembunyikan amal shalih, jauh dari riya’, sum’ah, ‘ujub, cinta popularitas dan ingin eksis;
  • Bebas dari akhlak dan sifat yang buruk;
  • Bersikap wara’ terhadap sesuatu yang berstatus syubhat;
  • Lebih fokus untuk mempersiapkan bekal kehidupan di akhirat, meminimalisir nafsu mengejar dunia seperti yang dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri rahimahullah,

الحج المبرور أن يرجع زاهداً في الدنيا، راغباً في الآخرة

“Tanda haji mabrur adalah zuhud terhadap kehidupan dunia, lebih berambisi terhadap kehidupan akhirat.”

Itulah beberapa indikator yang menunjukkan kemabruran haji seseorang. Intinya, ketika kondisi setelah berhaji lebih baik dari sebelumnya, maka insya Allah itu merupakan tanda haji yang dilakukan telah mabrur, di mana seorang konsisten melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi larangan yang ditetapkan Allah.

Wallahu ta’ala a’lam.

Leave a comment